4 SEHAT 5 SEMPURNA
Artikel Dr Jansen Silalahi yang berjudul Empat Sehat Lima Sempurna Perlu Disempurnakan (Kompas, 23/8) cukup menggelitik dan sangat perlu ditanggapi. Tanggapan ini dimaksudkan untuk meluruskan, mencerahkan, dan memberi informasi yang up to date. Terdapat beberapa hal penting untuk dikomentari dan dikritisi.
Pertama, motto "Empat Sehat Lima Sempurna" beserta logonya (tidak disinggung sama sekali dalam artikel) diciptakan pada tahun 1950-an. Penciptanya adalah Bapak Gizi
Dalam perjalanannya yang begitu sangat panjang, slogan dan logo tersebut banyak dikaji dan disoroti oleh para pemerhati. Di antaranya, mengapa makanan susu harus berada di tengah-tengah? Soalnya, dengan keberadaannya di tengah-tengah dan ditambah kata sempurna, maka tidak mengherankan terdapat masyarakat tertentu yang terlalu mengagungkan makanan susu tersebut. Kontradiksi lain, bahwa dalam kenyataannya, banyak masyarakat
Kemudian, ada upaya untuk merubah kesan tersebut, sehingga pada tahun 1991 Departemen Kesehatan menerbitkan buku Pedoman Menyusun Menu Sehat Bergizi untuk Keluarga: 4 Sehat - 5 Sempurna, dengan logo yang telah mengalami perubahan. Jelasnya, secara berturut-turut golongan makanan disusun dalam lingkaran dan terdiri dari
Kedua, sesuai dengan salah satu hasil rekomendasi Kongres Gizi Internasional di Roma tahun 1992 (delegasi Indonesia ikut serta) yang menganjurkan setiap negara menyusun pedoman umum gizi seimbang (PUGS), Indonesia melalui Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Departemen Kesehatan (Depkes), meresponsnya.
Logo PUGS berbentuk kerucut atau tumpeng yang terdiri dari tiga tingkat. Secara berturut-turut, tingkat dasar menggambarkan sumber zat tenaga, yaitu padi-padian, umbi-umbian, dan tepung-tepungan; tingkat kedua diisi kelompok makanan sumber zat pengatur, yaitu sayur-sayuran dan buah-buahan; serta puncak tumpeng berisi kelompok makanan sumber zat pembangun, yaitu gabungan makanan hewani (termasuk susu) dan nabati.
Sejak diterbitkannya kedua buku tersebut, Depkes telah gencar melakukan sosialisasi PUGS mulai dari tingkat pusat sampai kecamatan, baik lintas program maupun lintas sektoral. Sosialisasi kepada masyarakat umum secara langsung dilakukan Depkes terutama melalui ujung tombaknya, yaitu Tenaga Pelaksana Gizi (setelah dilatih) di posyandu, puskesmas, balai pengobatan, rumah sakit, dan lain sebagainya.
Dari uraian tersebut di atas, timbul pertanyaan: apakah perguruan tinggi tidak tersentuh oleh sosialisasi PUGS? Bila jawabannya ya, apakah ini tanda-tanda ketidakefektifan upaya pemasaran sosial PUGS yang dilakukan oleh pihak Seksi Gizi kantor wilayah (kanwil) Depkes (kala itu, sebelum dilikuidasi) maupun dinas kesehatan? Atau ada indikasi lain?
Ketiga, bahwa Depkes pada tahun 2002 ini malah telah merampungkan revisi terhadap UPGS tahun 1994. Hasil revisi tersebut dilengkapi dengan hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi tahun 1998. Slogan yang telah direvisi adalah sebagai berikut:
(1) Makanlah aneka ragam makanan; (2) makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi; (3) makanlah makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energi; (4) batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kecukupan energi; (5) gunakan garam beryodium; (6) makanlah makanan sumber zat besi; (7) berikan ASI saja kepada bayi sampai umur empat bulan dan tambahkan MP-ASI sesudahnya; (8) biasakan makan pagi; (9) minumlah air bersih yang aman dan cukup jumlahnya; (10) lakukan aktivitas fisik secara teratur; (11) hindari minum minuman beralkohol; (12) makanlah makanan yang aman bagi kesehatan; (13) bacalah label pada makanan yang dikemas.
Bentuk logo PUGS tahun 2002 tetap dipertahankan atau sama dengan tahun 1994, yaitu kerucut atau tumpeng. Sedangkan yang mengalami perubahan mendasar dan bermakna ada empat hal, yaitu: pertama, jumlah tingkat kerucut sebelumnya tiga menjadi empat tingkat. Kedua, terdapat pada tingkat tiga yang berisi makanan sumber zat pembangun, yaitu dibuat secara terpisah antara hewani (termasuk susu) dan nabati (sebelumnya digabungkan, lihat butir kedua di atas). Ketiga, penempatan minyak dan lemak pada puncak tertinggi tumpeng yang sebelumnya tidak ada. Keempat, adanya petunjuk penggunaan masing-masing golongan makanan tersebut dalam bentuk porsi dan kata "gunakan seperlunya" untuk minyak dan lemak (lihat gambar).
Namun demikian, secara khusus untuk butir ketiga perubahan di atas timbul pertanyaan: tepatkah gagasan menempatkan golongan minyak dan lemak pada puncak tumpeng tersebut? Pada kenyataannya dalam acara tumpengan, untuk resminya, puncak tumpeng dipotong dulu (pertama kali) oleh tuan rumah atau orang yang ditokohkan. Setelah itu barulah dilakukan pemotongan pada bagian tumpang yang lain.
Keempat, bahwa Food Guide Pyramid dirumuskan bukan hanya berdasarkan perkembangan ilmu gizi semata (terdapat pada alinea ke-2 dan ke-3 bagian terakhir artikel). Secara khusus, untuk PUGS disusun dengan mempertimbangkan berbagai aspek. Selain perkembangan ilmu gizi itu sendiri, juga mempertimbangkan aspek ilmu kesehatan masyarakat, ilmu penyakit, ilmu perilaku, epidemiologi, ekonomi, sosial, budaya, pertanian, dan lain-lain. Sebagai contoh, bahwa pesan ke-1 PUGS didasarkan pada temuan dan hasil penelitian ilmu penyakit, epidemiologi, dan ilmu kesehatan masyarakat tentang terjadinya penyakit degeneratif di negara kita.
Contoh lain, slogan ke-7 PUGS dimaksudkan untuk menggalakkan Program ASI ekslusif bagi bayi sampai umur empat bulan, dan setelah umur tersebut perlu diberi makanan pendamping ASI. Selain itu, juga menyoroti dan ingin merubah perilaku masyarakat Indonesia, baik di perkotaan maupun di pedesaan, tentang pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada bayi, yang mana sangat memprihatinkan, terutama dalam beberapa dekade terakhir ini.
Kelima, dengan diterbitkannya PUGS sebagai salah satu bahan komunikasi, informasi, dan edukasi, maka diharapkan tercapai status gizi masyarakat
Sumber: Gizi Net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar